Tuesday, 22 December 2015

Cabut Subsidi Ganti Fasilitasi

Cabut Subsidi Ganti Fasilitasi
Nosel SPBU

Kebijakan penghapusan subsidi merupakan tindakan yang tidak semua negara berani melakukannya, kebijakan ini diyakini akan memperkuat daya saing ekonomi dan industri menjadi lebih baik karena akan membangun kesadaran efisiensi di berbagai bidang, terutama dalam penggunaan energi. Sudah waktunya era subsidi dan proteksi digantikan dengan era fasilitasi agar pembangunan ekonomi memiliki basis ekonomi yang lebih kokoh.

“Berkali-kali Presiden mengatakan, sudah waktunya era subsidi, era proteksi itu dihilangkan kemudian diganti dengan era fasilitasi, era memberikan fasilitas kepada rakyat supaya para penerima hak itu betul-betul menerima haknya,” ujar Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said dalam sambutannya pada acara “Ekspedisi Kapsul Waktu 2085”, di Jayapura, Senin (21/12).

Pencabutan kebijakan subsidi bukan saja dilakukan Negara-negara yang produksi migasnya terbatas namun juga dilakukan oleh Negara-negara yang memiliki tingkat produksi migas yang tinggi seperti Arab Saudi yang saat ini sedang bersiap-siap mencabut subsidi agar mereka dapat membangun ekonomi dengan basis ekonomi yang lebih kokoh.

"Kemarin kita punya tamu dari Saudi Arabia, salah satu anggota dewan ekonomi yang kebetulan beliau adalah mantan Menteri Kesehatan menjadi penasehat utama kerajaan untuk bidang ekonomi. Arab Saudi, yang segitu kaya minyak sedang bersiap-siap mencabut subsidi, bukan karena mereka tidak punya uang, tetapi mereka sadar bahwa terus menerus memanjakan masyarakat dengan subsidi yang tidak tepat itu adalah melemahkan perekonomian bangsa,” ujar Sudirman.

Friday, 18 December 2015

Kontrak Jual Beli Gas Bumi

Teknik-Perminyakan - Sebanyak enam perjanjian jual beli gas bumi (PJBG) ditandatangani pada hari ini, Selasa (20/10) bertepatan dengan pembukaan konferensi dan pameran minyak dan gas bumi Asia Pasifik (APOGCE) di Nusa Dua, Bali. Penandatanganan ini disaksikan langsung oleh Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi.

Menurut Amien, seluruh kontrak ini diperuntukkan guna memenuhi kebutuhan domestik yang terdiri dari tiga kontrak untuk sektor kelistrikan, dua kontrak untuk sektor industri dan satu kontrak untuk memenuhi kebutuhan elpiji.

‘’Dengan adanya penandatanganan kontrak ini, maka potensi pendapatan negara selama periode perjanjian jual beli akan bertambah sebesar US$587 juta atau sekitar Rp7,86 triliun", jelas Amien.

Perjanjian jual beli gas bumi yang ditandatangani untuk sektor kelistrikan yaitu, PetroChina International Jabung Ltd. dengan PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) Batam dengan jangka waktu 7 tahun 3 bulan, pasokan 10-17 miliar british thermal unit per hari (BBTUD) dan tambahan penerimaan negara sebesar US$323,9 juta atau sekitar Rp4,34 triliun.

Kemudian, Energy Equity Epic (Sengkang) Pty Ltd dengan Perusahaan Daerah Sulawesi Selatan dengan jangka waktu selama 4 tahun, pasokan 40-68 BBTUD dan pendapatan negara sebesar US$176,77 juta atau sekitar Rp2,37 triliun. Selain itu, amandemen PJBG antara PT. Pertamina EP dengan PT. Pura Daya Prima untuk jangka waktu 4 tahun, pasokan 3,8 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) dan penerimaan negara sebanyak US$7,2 juta atau sekitar Rp96,5 miliar.

Untuk sektor industri, perjanjian yang ditandatangani yakni JOB Pertamina-PetroChina East Java dengan PT. Gresik Migas dengan jangka waktu selama 4 tahun, pasokan 1,2-3,2 MMSCFD dan penerimaan negara sebesar US$6,9 juta atau sekitar Rp93 miliar.

Terdapat pula kesepakatan gas suar bakar (flare gas) antara PT. Pertamina EP dan Pertamina (Persero) selama 5 tahun, pasokan 3-8 MMSCFD dan perkiraan penerimaan Negara US$4,2 juta atau Rp56 miliar. Terakhir, perjanjian antara ConocoPhillips Indonesia untuk memasok 230.000 metrik ton elpiji per tahun kepada Pertamina (Persero) selama satu tahun yang diperkirakan menambah menambah penerimaan sebesar US$68 juta atau sekitar Rp911,2 miliar.

"Penandatanganan kontrak ini diharapkan dapat memicu pertumbuhan industri migas Indonesia yang setahun belakangan ini mengalami penurunan", ujar Amien.

Pertamina Kelola Blok Mahakam

http://teknik-perminyakan-indonesia.blogspot.com
Ilustrasi : Offshore Field

Mulai 1 Januri 2018, PT Pertamina (Persero) secara resmi akan mengelola Blok Mahakam yang terletak di Kalimantan Timur.Mengelola Blok Mahakam yang memiliki tingkat kesulitan tinggi, tentunya bukan hal yang mudah. Oleh karena itu, pengalihan pengelolaan dari Total E&P kepada Pertaminamenjadi sejarah bagi industri migas nasional untuk mengelola blok yang besar tersebut. 

“Setelah hampir 50 tahun bekerja sama dengan Total dan Inpex, menerima benefit bersama-sama sebagai hubungan antara pemerintah dan kontraktor, maka sore ini menandakan suatu milestone bagaimana pengalihan itu dilakukan,” kata Menteri ESDM Sudirman saat menyampaikan sambutannya, di Gedung Ditjen Ketenagalistrikan, Jakarta, Rabu (16/12). 

Khusus kepada Pertamina, Sudirman mengatakan, tanggung jawab yang diemban BUMN tersebut sangat besar, apalagi produksi Blok Mahakam juga besar. Ini merupakan ujian bagi Pertamina agar dapat menjalankannya dengan sebaik-baiknya, termasuk juga mampu menjaga produksi migas di blok tersebut. 

Penandatanganan HoA antara Pertamina dengan Total dan Inpex ini, menurut Sudirman, juga merupakan suatu era baru di mana Pertamina akan mengelola blok yang besar dan harus membuktikan bagaimana suatu proses transisi dikerjakan dengan lancar, tanpa ada gejolak.
Dalam kesempatan itu, Sudirman juga mengharapkan agar Total dan Inpex mau bekerja sama dengan Pertamina. Saat ini, term and condition masih dalam pembahasan. Diharapkan sebelum akhir tahun 2015, kontrak kerja sama (KKS) baru sudah dapat ditandatangani. 

HoA Mahakam memuat prinsip-prinsip dasar alih kelola untuk dituangkan lebih lanjut ke dalam perjanjian definitif. Secara garis besar, terdapat dua kesepakatan penting yang termuat dalam HoA WK Mahakam, yaitu transfer agreement dan commercial agreement. Transfer agreement untuk menjamin terjadinya peralihan operatorship yang baik dan memungkinkan upaya mempertahankan kelanjutan operasi selama masa transisi dari kontraktor eksisting kepada Pertamina, termasuk proses pengalihan pekerja Total menjadi pekerja Pertamina dan penyiapan anggaran, rencana kerja, dan perizinan yang dibutuhkan untuk operasi pasca-31 Desember 2017 dapat berjalan lebih mudah.

Sedangkan commercial agreement menekankan kepada kesepakatan komersial antara Pertamina dan Total & Inpex dalam menyelesaikan komposisi kemitraan pada Kontak Kerjasama yang baru dibentuk, serta hal-hal yang terkait dengan bentuk dan prosedur kerja sama (Joint Operation Agreement, JOA) antara pihak dalam KKS yang baru. 

“Pada prinsipnya, kontrak baru nanti harus memberikan keuntungan bagi negara sekaligus memberikan ruang bagi Pertamina untuk dapat tumbuh berkembang lebih cepat di bisnis hulu,” kata Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam.

Kontrak Kerja Sama (KKS) WK Mahakam ditandatangani pada tanggal 6 Oktober 1966 dan berakhir tanggal 30 Maret 1997. Kontrak tersebut telah diperpanjang pada tanggal 11 Januari 1997 dan berakhir pada tanggal 31 Desember 2017. 

Berdasarkan surat Menteri ESDM No. 2793/13/MEM.M/2015 tanggal 14 April 2015 dan Surat Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi No. 8484/13/DJM.E/2015 tanggal 2 Juli 2015 telah ditetapkan bahwa KKS WK Mahakam yang berakhir tanggal 31 Desember 2017 tidak diperpanjang, serta Pertamina ditunjuk sebagai pengelola WK Mahakam setelah 31 Desember 2017. Sebagai bagian dari upaya peralihan, perlu dilakukan langkah-langkah dan koordinasi untuk melakukan peralihan pengelolaan dari Total E&P Indonesie kepada Pertamina. 

Wilayah Kerja ini memiliki luas 2.738,51 km2 dan terletak di provinsi Kalimantan Timur serta merupakan wilayah kerja onshore dan offshore. WK Mahakam mulai berproduksi pertama kali pada tahun 1974. Rata-rata produksi tahunan WK Mahakam saat ini (status 16 Juni 2015) adalah gas sebesar 1.747,59 MMSCFD serta minyak dan kondensat sebesar 69.186 BOPD. (TW)