|
Rig Pengeboran Minyak Cepu pada tahun 1929. |
Teknik Perminyakan - Sejak jaman pemerintahan kolonial Belanda,
di Indonesia sudah dilakukan eksplorasi dan produksi minyak bumi.
Pengusahaan minyak bumi di Indonesia memang tergolong yang tertua di
dunia. Pengeboran minyak pertama di Indonesia, yang dilakukan oleh J
Reerink, 1871, hanya berselang dua belas tahun setelah pengeboran minyak
pertama di dunia oleh Kolonel Edwin L Drake dan William Smith de
Titusville (1859), di negara bagian Pensilvania, Amerika Serikat.
Meskipun demikian, berbeda halnya dengan sektor perkebunan dan pertanian
yang sudah ratusan tahun diperah, sektor pertambangan baru dikembangkan
oleh Belanda pada abad ke-19. Dua abad lebih setelah VOC didirikan,
sektor pertambangan belum menjadi andalan pendapatan pemerintah
kolonial. Hal ini bisa dilihat dari adanya Indische Mijnwet, produk undang-undang pertambangan pertama, yang baru dibuat oleh Belanda pada tahun 1899.
Pada pertengahan abad ke-19, Corps of the Mining Engineers,
suatu institusi Belanda, telah melaporkan penemuan minyak pada dekade
1850-an, antara lain di Karawang (1850), Semarang (1853), Kalimantan
Barat (1957), Palembang (1858), Rembang dan Bojonegoro (1858), Surabaya
dan Lamongan (1858). Temuan minyak terus berlanjut pada dekade
berikutnya, antara lain di daerah Demak (1862), Muara Enim (1864),
Purbalingga (1864) dan Madura (1866).
Cornelis de Groot, yang saat itu menjabat sebagai Head of the Department of Mines,
pada tahun 1864 melakukan tinjauan hasil eksplorasi dan melaporkan
adanya area yang prospektif. Laporannya itulah yang dianggap sebagai milestone sejarah perminyakan Indonesia (Abdoel Kadir, 2004).
Sosok Belanda lainnya yang cukup dikenal di dalam milestone
perminyakan Indonesia adalah J. Reerink, yang menemukan adanya rembesan
minyak di daerah Majalengka, daerah di lereng Gunung Ciremai, sebelah
barat daya kota Cirebon. Minyak tersebut merembas dari lapisan batuan
tersier yang tersingkap ke permukaan. Berdasarkan temuan itu, ia lalu
melakukan pengeboran minyak pertama di Indonesia pada tahun 1871.
Pengeboran pertama ini memanfaatkan tenaga hewan lembu. Total sumur yang
dibor sebanyak empat sumur, dan menghasilkan 6000 liter minyak bumi
yang merupakan produksi minyak bumi pertama di Indonesia.
Keberhasilan J. Reerink menemukan minyak,
meskipun secara keekonomian tidak komersial, menjadi tonggak
berkembangnya pemboran minyak di Indonesia. Selama periode 1882 – 1898,
telah dilakukan pemboran di daerah-daerah lainnya seperti di Langkat
(Sumatra Utara), Surabaya (Jatim), Kutai (Kaltim) dan Palembang
(Sumsel). Era ini disebut juga era pionir, sekaligus sebagai awal
pengelolaan minyak bumi secara sistematis melalui badan usaha, yang
menjadi cikal bakal perusahaan minyak Belanda.
Aeilko Jans Zeilker merupakan orang pertama
yang memperolah konsesi di daerah Telaga Said, Langkat, Sumatra Utara
seluas 500 bahu (3,5 km persegi), dari Sultan Langkat pada tahun 1883.
Lapangan itu ia temukan pada saat inspeksi dan menemukan genangan yang
tercampuri minyak bumi. Setahun kemudian, lapangan ini mulai berproduksi
pada tahun 1884 dan menghasilkan 8000-an liter minyak bumi. Untuk
mendukung pengembangan usaha minyak di lapangan ini, maka dibangunlah
jaringan pipa dan kilang minyak oleh Jean Baptist August, sepeninggal
Zeilker. Kilang minyak Pangkalan Brandan tersebut selesai dibangun pada
tahun 1892. Enam tahun setelahnya, tahun 1898, tangki-tangki penimbunan
dan fasilitas pelabuhan dibangun di Pangkalan Susu. Dengan demikian,
minyak mentah yang dihasilkan dapat diolah terlebih dahulu sebelum
dikapalkan. Pelabuhan Pangkalan Susu merupakan pelabuhan ekspor minyak
pertama di Indonesia.
Pada tahun 1890, Belanda secara resmi mendirikan perusahaan minyak di Indonesia yang diberi nama NV Koninklijke Nederlandsche Petroleum Maatschappij, atau Royal Dutch Petroleum Company. Sebelum itu, di negeri Belanda sendiri telah dibentuk Doordsche Petroleum Maatschappij
pada tahun 1887, oleh Adriaan Stoop, untuk mengembangkan lapangan
minyak di Surabaya, Jawa Timur. Stoop memperoleh konsesi seluas 152,5 km
persegi. Lapangan Kruka merupakan lapangan tertua di daerah ini. Dari
lapangan Djabakota berhasil diproduksikan sekitar 8000-an liter minyak
bumi. Stoop kemudian membangun kilang Wonokromo pada tahun 1890 – 1891
untuk mengolah minyak mentah yang dihasilkan. Kilang ini merupakan yang
tertua di Pulau Jawa. Sejak itu, banyak berkembang konsesi-konsesi di
Jawa, antara lain di daerah Gunung Kendeng, Bojonegoro, Rembang, Jepon
dan lain-lain. Totalnya sekitar tiga puluh lapangan. Sejalan dengan
pengembangan lapangan-lapangan itu, didirikan pula kilang di Cepu,
Bojonegoro.
Di Kalimantan, pengelolaan minyak bumi
dimulai ketika Sultan Kutai memberikan konsesi kepada Jacobus Hubertus
Menten, pada tahun 1888. Pada tahun 1893, Lapangan Sanga-Sanga mulai
berproduksi. Selanjutnya dibangunlah kilang Balikpapan pada tahun 1894.
Produksi komersialnya sendiri baru dicapai pada tahun 1897. Pengapalan
minyak pertama terjadi pada tahun 1898 oleh kapal tanker Shell ke
Singapura.
Di Sumatra Selatan, eksplorasi produksi
dimotori oleh Dominicus Antonius Josephin Kessler dan Jan Willem
Ijzerman. Mereka berdua mendirikan Nederlandsche Indische Exploratie Maatschappij
pada tahun 1895, untuk mengelola konsesi yang ada di daerah Banyuasin
dan Jambi. Seiring dengan bertambah banyaknya jumlah konsesi mereka,
maka pada tahun 1897 dibentuk Sumatera–Palembang Petroleum Maatschappij, yang masih menjadi bagian Royal Dutch.
Selanjutnya dibangunlah kilang mini di daerah Bayung Lencir. Penemuan
lainnya yaitu di daerah Lematang Ilir dan Muara Enim, Sumatra Selatan,
untuk selanjutnya kemudian dibentuk Muara Enim Petroleum Maatschappij.
JW Ijzerman juga kemudian membangun kilang yang cukup besar di Plaju,
bersamaan dengan pembangunan jaringan pipa yang menghubungkan Muara Enim
dengan Kilang Plaju tersebut.
Pada masa itu, terdapat dua perusahaan besar
yang berperan sebagai leader, yakni Royal Dutch dan Shell. Royal Dutch
bergerak di bidang eksplorasi, produksi dan pengilangan. Sedangkan
Shell, perusahaan raksasa Belanda lainnya, bergerak di bidang usaha
transportasi dan pemasaran. Kedua perusahaan besar ini kemudian merger
pada tahun 1907 menjadi Royal Dutch – Shell Group, yang kemudian dikenal
dengan Shell. Di bawah group ini dibentuklah De Bataafsche Petroleum Mij (BPM) untuk produksi dan pengilangan dan Anglo Saxon Petroleum Coy untuk transportasi dan pemasaran (Abdoel Kadir, 2004).
Berdirinya Royal Dutch Company pada tahun
1890, tidak terlepas dari upaya Zeilker yang berhasil menemukan minyak
secara komersial di Telaga Said, Sumatra Utara. Atas temuan komersialnya
itu, Zeilker lalu berangkat ke Belanda untuk menandatangani proposal
pendirian perusahaan minyak terbesar di Hindia Belanda yang berpusat di
Pangkalan Brandan. Dia sendiri lalu ditunjuk untuk memimpin perusahaan
itu. Pada tahun itu juga, ia wafat dan digantikan oleh De Gelder, yang
bertugas mengembangkan lapangan-lapangan baru. Sementara itu, Shell,
perusahaan yang didirikan oleh Marcus Samuel pada tahun 1897, pada
awalnya hanya merupakan perusahaan yang menjual kulit kerang di kota
London. Komoditas pertamanya inilah yang dijadikan logo perusahaan
hingga kini.
Masuknya kartel-kartel raksasa minyak dunia
dalam industri migas di Hindia Belanda diawali dengan terbitnya
undang-undang pertambangan (Indische Mijnwet) pada tahun 1899
(Syeirazi, 2009). Undang-undang ini memperbolehkan pihak swasta untuk
terlibat di dalam pengusahaan minyak bumi, setelah sebelumnya pemerintah
kolonial melarang keterlibatan pihak swasta. Standard Oil of New Jersey
(SONJ), yang merupakan perusahaan swasta pertama, datang ke Hindia
Belanda pada tahun 1912. Mereka lalu mendirikan anak perusahaan bernama Nederlansche Koloniale Petroleum Maatschappij
(NKPM). Hanya berselang sepuluh tahun, perusahaan itu mampu berproduksi
hingga 10 – 20 ribu barel per hari dari sumur Talang Akar. Keberhasilan
ini mendorong NKPM membangun kilang di Sungai Gerong pada tahun 1926.
Pada tahun 1924, Standard Oil of California
(Socal), grup Standard Oil yang lainnya, datang ke Hindia Belanda. Socal
kemudian bergabung dengan Texaco dan mendirikan perusahaan joint venture bernama NPPM (Nederlandsche Pasific Petroleum Maatschappij).
Pengeboran pertama mereka lakukan pada tahun 1935 di Blok Sebangga,
sekitar 65 km utara Pekan Baru, dan menghasilkan minyak meskipun tidak
terlalu besar. Penemuan besar mereka terjadi pada tahun 1944, pada saat
ahli geologi NPPM melakukan pengeboran di Sumur Minas-1. Penemuan inilah
yang merupakan cikal bakal penguasaan Chevron terhadap cadangan minyak
terbesar di Indonesia saat ini.